Salam ukhuwah
to all fighter syariah

Feb
05

Terus terang, saya merasa terlahir kembali sebagai seorang Muslim,” kata mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Jakarta itu. “Training motivasi ini luar biasa! Sungguh, tak sia-sia meski saya harus membayar mahal untuk kegiatan ini,” imbuhnya lagi sambil mengusap air mukanya dengan selembar tisu. Tampak ia baru saja menangis, tetapi juga setelah itu wajahnya tampak lebih cerah, lebih semangat dan lebih optimis dari sebelumnya. Ia baru saja menyelesaikan hari terakhir dari tiga hari masa training motivasi keislaman itu, yang diisi oleh seorang trainer Muslim terkemuka di Tanah Air. Sang trainer, dengan dukungan multimedia dan retorikanya yang memikat, benar-benar mampu membang-kitkan kembali kesadaran spiritual dan ghirah keberislaman hampir seluruh peserta dari sekian ratus peserta yang hadir selama tiga hari itu.

Namun sayang, tak semua alumni training itu benar-benar istiqamah dengan kesadaran spiritual baru yang mereka dapatkan. Banyak dari alumni itu yang kemudian—tak sampai beberapa minggu berlalu—kembali ’futur’. Kesadarannya kembali tergerus oleh rutinitas kehidupannya, juga lingkungannya, yang memang tak pernah benar-benar mendukung bagi terus tumbuh dan berkembangnya kesadaran spiritual itu. Shalatnya kembali ’bolong-bolong’. Tilawah al-Qurannya kembali ia tinggalkan. Gairahnya untuk menuntut ilmu kembali menyusut. Semangatnya untuk beramal shalih kembali pudar. Keterikatannya dengan syariah kembali terlepas. Ghirah dakwahnya kembali meredup. Pada sebagian alumni, seolah-olah training motivasi yang ’luar biasa’ itu tak berbekas sama sekali. Bahkan sebagian dari mereka kembali pada kebiasaan-kebiasaan buruk semula.

Jika demikian, sia-siakah menjamurnya training-training keislaman semacam ini? Tentu tidak. Lalu adakah yang salah dengan training-training itu? Tidak juga. Sebagai sebuah upaya, kegiatan keislaman bertajuk training motivasi atau semacamnya banyak manfaatnya. Namun demikian, tulisan ini tak hendak mengurai lebih jauh manfaat dari kegiatan tersebut. Tulisan ini hanya ingin mengajak diri kita merenung: Mengapa banyak umat, termasuk pengemban dakwah, butuh dengan training-training motivasi keislaman dengan ragam bentuknya itu? Mengapa banyak Muslim begitu antusias—meski harus mengeluarkan ratusan ribu hingga jutaan—mengikuti kegiatan-kegiatan semacam itu, bahkan tak cukup hanya satu-dua kali? Tak cukupkah al-Quran dan as-Sunnah—yang kata Baginda Nabi saw. masing-masing merupakan wacana terbaik (khayr al-kalam) dan petunjuk terbaik (khayr al-hady)—menjadi sumber motivasi?

Mengapa hari ini kita tak seperti generasi Sahabat Nabi saw. yang rata-rata memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan yang selalu prima, motivasi dakwah yang tinggi, semangat jihad yang senantiasa menyala-nyala, ghirah keislaman yang paripurna, serta keistiqamahan dalam ketaatan yang luar biasa?

*****

Renungkahlah sejenak fragmen berikut. Sahabat Amr bin Jamuh ra. adalah seorang yang pincang. Ia memiliki empat anak laki-laki. Semuanya selalu menyertai Rasulullah saw. dalam peperangan. Saat Perang Uhud tiba, Ibn Jamuh benar-benar ingin menyertai anak-anaknya berperang. Sudah lama ia ingin mati syahid. Sudah lama surga terbayang-bayang di matanya. Namun, saudara-saudaranya selalu mencegahnya. “Engkau telah dikecualikan karena kakimu (pincang). Engkau tak perlu ikut serta.” Ia menjawab, “Sungguh menyedihkan. Anak-anakku akan masuk surga, sementara aku tertinggal di belakang.”

Ia pun segera melengkapi dirinya dengan senjata, seraya berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau mengembalikan aku kepada keluargaku.”

Ia lalu bergegas menemui Baginda Rasulullah saw. dan berkata, “Sungguh, aku ingin gugur sebagai syuhada, tetapi saudara-saudaraku selalu melarangku ikut berjihad. Wahai Rasulullah, saat ini aku tak bisa lagi menahan keinginanku. Aku berharap dapat berjalan-jalan di surga dengan kakiku yang pincang ini.”

Rasul menjawab, “Amr, engkau memiliki udzur. Jadi, tak mengapa jika engkau tak ikut serta berperang.”

Namun, karena kuatnya keinginan untuk mati syahid dan masuk surga, Amr terus mendesak Rasulullah saw. Akhirnya, beliau pun mengizinkannya. Seketika, tanpa membuang waktu, dengan tertatih-tatih Amr segera menuju medan perang. Allah SWT mengabulkan keinginannya. Ia pun gugur sebagai syuhada, tak pernah kembali lagi kepada keluarganya (Al-Kandahlawi, Fadha’il A’mal, hlm. 624).

Kisah-kisah semacam ini amatlah banyak. Ada Hanzhalah ra. yang begitu ringannya meninggalkan indahnya ’malam pengantin’ bersama istrinya—yang baru beberapa jam lalu ia nikahi—saat ada panggilan jihad dalam Perang Uhud. Ada Umair bin Hammam ra. yang melesat secepat kilat untuk berjihad saat Rasul menjanjikan surga bagi siapa saja yang ikut Perang Badar. Ia pun seketika membuang kurma-kurma yang sedang ia santap karena ia anggap akan terlalu banyak memakan waktu. Ada Umair ra.—saat itu ia baru berusia 9 tahun—saudara Saad bin Abi Waqqas ra., yang terpaksa harus sembunyi-sembunyi ikut serta dalam Perang Badar. Ia khawatir dilarang ikut berjihad oleh Rasulullah saw. karena masih kecil. Demikianlah, masih banyak kisah-kisah lain yang serupa, yang menunjukkan semangat yang tinggi dan selalu berkobar-kobar dari para Sahabat ra. dalam menyambut seruan jihad fi sabillillah.

Pertanyaannya: mengapa para Sahabat ra. begitu mudah termotivasi hanya saat mendengar kata surga? Mengapa mereka selalu antusias saat ada panggilan jihad? Bukankah jihad (perang) berarti mempertaruhkan nyawa dan sering berujung pada kematian?

Bagaimana dengan kita, khususnya para pengemban dakwah di negeri ini, saat ada panggilan dakwah yang sering hanya mempertaruhkan waktu, tak sampai mengorbankan nyawa? Selalu semangatkah kita berdakwah? Selalu berharapkah kita akan panggilan dakwah? Selalu rindukah kita akan taklif-taklif dakwah? Ataukah kita masih membutuhkan banyak training motivasi untuk melecut semangat dakwah kita karena kata surga pun tak lagi cukup memotivasi kita?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb[]

(Oleh : Bp. Arief B. Iskandar)


Nov
18

Kaya…? Siapa di dunia ini yang tidak ingin kaya raya, baik dengan cara halal atau pun haram. Teringat kisah seorang bandar narkoba di Colombia yang akhirnya tewas di sebuah troatoar.

Ia merupakan orang terkaya ke-7 versi majalah Forbes di seluruh dunia. Hidupnya penuh kekelaman, kemaksiatan dan bergelimang harta haram, namun akhir hidupnya sungguh mengenaskan. Tidak ada yang mau mengikuti pola dan gaya hidupnya, dicerca seluruh dunia karena perbuatannya yang mengerikan.

Ratu Elizabeth juga dikenal sebagai wanita ke 111 terkaya diseluruh dunia, dan beberapa wanita lainnya dari india juga terkenal dengan kekayaannya. Namun ada satu wanita hebat yang diam dan sederhana dan merupakan wanita paling kaya dan kalau mau bisa menjadi wanita terkaya di dunia.

Namun keimanan di dadanya yang tinggi membuat dirinya menjadi nampak biasa saja, namun karena ketaatannya kepada Allah membuat dia menjadi seorang wanita yang sosoknya dikenal seluruh umat yang jumlahnya bermilyar-milyar dari jaman dahulu hingga sekarang.

Allah pun meninggikan dirinya dengan menjadikan tingkah lakunya berjalan mondar-mandir sejauh beberapa kilometer dalam kepanasan dan ketegangan, menjadi sebuah rukun syariah yang diikuti semua orang di seluruh dunia.

Subhanallah Siti Hajar, wanita solehah penemu air zam-zam, sumur yang tak pernah kering, sumur ajaib yang muaranya tidak diketahui berasal dari mana. Sumur yang berisi air yang diminati banyak orang, bahkan di Indonesia ada beberapa toko yang menjual se-dirigen air zam-zam dengan harga 50 ribu rupiah.

Bila air zam-zam dijual, dan menyebar distribusinya diseluruh dunia, betapa kaya rayanya Siti Hajar, dan kita wajib memasukkan beliau sebagai wanita terkaya diseluruh dunia tanpa harus melakukan tindakan maksiat untuk mendapatkan kekayaannya.

Wanita yang mulia itu adalah simbol ketaatan pada Allah, dengan status yang kurang menguntungkan sebagai hamba sahaya Nabi Ibrahim dan istri kedua dari sang nabi, beliau ketika diperintahkan oleh sang suami untuk tinggal di gurun tanpa air tanpa makanan. Awalnya beliau menolak karena wanita mana yang mau ditinggal di gurun tanpa apapun. Kita saja kalau ditinggal di mal tanpa uang, mungkin juga tidak akan mau, padahal di mal sudah jelas dingin dan banyak orang, sedangkan ini di gurun, bayangkan…!

Jawaban Siti Hajar kepada sang suami hanyalah “bila Allah yang menyuruh, maka aku taat.” Subhanallah, ketaatannya berbuah hadiah yang manfaatnya dirasakan oleh sangat banyak orang dari sejak jamannya sampai jaman anak cucu kita. Sumur ajaib yang airnya mengalir tiada henti, tidak akan pernah kering, itu adalah bukti mukjizat Allah sampai hari ini.

Dengan bekal taat, maka Siti Hajar menjadi wanita yang patut diambil hikmah dari kehidupannya sebagai seorang wanita yang sederhana.

1. Taat kepada Allah walaupun secara logika terasa sangat berat.

2. Perbuatannya yang sungguh-sungguh dan hanya berharap pada Allah, yaitu berlari mencari air kehidupan untuk anaknya, diikuti semua orang dari seluruh dunia, berbagai bangsa, berbagai usia, bahkan Obama sekalipun bila masuk Islam dan naik haji, wajib mengikuti perbuatan Siti Hajar, sosok wanita sederhana.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[89] tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. Al-Baqarah [2] : 125)

3. Dialah wanita yang dicintai Allah, dan berusaha untuk hidup dan menghidupkan kesejahteraaan umat (terbukti akhirnya banyak kafilah dagang yang membuat perkampungan di sekitar sumur zam-zam).

Siti Hajar, dialah wanita yang tidak punya apa-apa, hanya iman di dada yang akhirnya membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada.

www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/wanita-yang-kaya-raya.htm

Dec
25

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini.

Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan.

Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil.

Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu- Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini. Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404. Beliau rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?” Beliau rahimahullah menjawab: Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.

Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” – Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman, إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ

غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman, الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3) Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal? Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak.

Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka :

tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman, وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imron [3]: 85)

Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal? Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal? Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ’santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal).

Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan.

Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam- Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka. Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua: Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405. Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan? Beliau rahimahullah menjawab: Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ “Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena Yahudi tersebut dulu ketika kecil pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamshallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu. menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana mungkin perbuatan Nabi

Fatwa Ketiga: Merayakan Natal Bersama Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan: Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja.

Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini? Jawaban: Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Padahal Allah berfirman, وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah [5]: 2) Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya. Ketua Al Lajnah Ad Da’imah: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Saatnya Menarik Kesimpulan Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ’selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala, وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ [4]: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka. Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut. Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.

Artikel Disalin Dari :  oyonk.com

Oct
23

Jiwaku, engkau sudah menghabiskan sebagian besar langkah

Dan sudah sedemikian jauh menempuh perjalanan menuju Allah.

Karena itu, perjalanan tidak akan lama lagi berakhir

Dan yang tersisa tinggallah kemudahan

Jadi, bersabarlah engkau!

Jiwaku, janganlah engkau sia – siakan amal shalihmu selama ini

Bergadangnya engkau sepanjang malam dan selama berhari – hari

Rasa lelahmu selama bertahun – tahun

Janganlah engkau sia – siakan hanya dalam tempo sesaat

Bersabarlah, karena sesungguhnya sabar itu sebentar

Karena itu, bersabarlah

Sebab cobaan itu laksana tamu

Biasanya tamu tidak akan berlama – lama berada di rumah yang dikunjunginya

Betapa indah pujian dan sanjungan kepada tuan rumah yang dermawan

Wahai kaki yang bersabar, teruslah beramal

Tidak lama lagi pekerjaan akan selesai

(dikutip dari buku pesan2 menggugah, Dr. Najih Ibrahim)

Oct
23

MasyaAllah…” satu2nya ungkapan yang pertama kali muncul saat membaca sebuah artikel tentang digelarnya Mubes PSK (Musyawarah Besar Pekerja seks Komersial) awal bulan Oktober lalu di Karawang Jawa Barat.
“Pekerja?What? Ga salah penyebutan tu?”
Apakah tidak terlalu berlebihan jika pelaku seks bebas dikatakan sebagai “pekerja”?… Seolah2 memberi toleransi terhadap kemaksiatan mereka. Kalo berbicara berdasarkan kaca mata islam nih ya, jelas sekali bahwa yang dimaksud bekerja dalam Islam itu adalah bekerja yang H-A-L-A-L!! So, bekerja yang haram semisal mencuri dan berzina tidak bisa dikategorikan bekerja. Karena dalam Islam secara tegas mengharamkan perzinahan alias pelacuran. Sebagaimana firman Allah:
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (TQS. Al Isra[17]; 32)
Masalah utamanya bukan pada istilah pekerja atau pezina, tapi diperbolehkannya menyelenggarakan Mubes PSK jelas mengindikasikan (iya atau enggaknya) bahwa keberadaan PSK (sedikit atau banyaknya) itu dianggap sah dan diakui sebagai warga negara yang berpropesi sebagai pekerja seks komersial. Ya gak sih? Dan parahnya lagi, adanya lokalisasi oleh pemerintah yang dimaksudkan untuk mengisolir mereka sehingga penyakit sosial tersebut tidak menyebar ke masyarakat, dan memudahkan untuk mengadakan penyuluhan kesehatan untuk PMS (Penyakit menular seksual), justru semakin memperkuat eksistensi dan menambah jumlah PSK yang ada hingga membentuk jaringan internasional.
Siapa yang paling bertanggung jawab?
Sangat miris melihat fenomena ini… seluruh elemen masyarakat turut bertanggung jawab dalam penghapusan seks bebas. Tapi negaralah yang paling bertanggung jawab atas hal ini,  kerusakan moral bangsa.

Walaupun tujuannya sebagai bentuk kesadaran dan kepedulian Wanita PSK terhadap penyebaran PMS (penyakit menular seksual), padahal penyebab utamanya adalah ulah mereka sendiri; melakukan seks bebas, tapi pada dasarnya akar solusinya kurang tepat! Sehingga untuk menghapuskan profesi tersebut, tentu tidak bisa hanya dilakukan oleh individu atau kelompok sekalipun dengan cara menggrebek dan merazia. Terbukti berapa kali dilakukan penggerebekan, tapi tidak membuahkan hasil yang yang maksimal. Hal ini karena ada porsi hukum yang harus diperankan oleh pemerintah dan tidak bisa digantikan oleh kelompok apalagi individu. Negara berkewajiban menetapkan peraturan/undang-undang tentang haramnya berzina dan yang memberi peluang perzinanan. Ini baru solusi yang pas. Dan akan lebih nge-pas lagi (bukan lebih pas, tapi memang seharusnya) kalau peraturan/undang2 tersebut berada dalam wadah yang tepat; yakni Daulah Islamiyah. Terbukti dimasa Rasulullah sangat sedikit orang yang melakukan zina. Karena sanksi yang diberikan (berdasarkan syariah islam) adalah berfungsi untuk mencegah (zawajir) bagi masyarakat agar tidak berzina dan juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) atau membuat jerah/’kapok’ bagi pelaku zina.
Wallahualam bi shawab.

Aug
20

Kata seorang narasumber, di dunia ini ada 4 karakteristik orang … yang termasuk dalam “dunia” dakwah … dan ini adalah pilihan …

orang pertama … The player makerplayer maker ini orang2 yg sangat fundamental melakukan perubahan, dari mendesign, merakit, dan mengerjakannya, mereka berbicara setelah mereka melakukan, mereka tahu apa yg mereka lakukan dan mereka yakin apa yg mereka lakukan dan mereka tidak pernah ragu, rintangan, kesusahan adalah sebagai keniscayaan sebagai tempaan kedewasaan dalam melakukan perubahan.

orang kedua… The player – pemain – orang2 ini adalah sebagai tim … mereka suka tantangan .. tidak berjalan sendiri2,  taat kepada design yg sudah di sepakati oleh “orang pertama – player maker” .. mereka menjalankan planning mendapatkan informasi dan mengubahnya menjadi peluang2 keberhasilan meski dalam dunia dakwah ini …keberhasilan tidak ada yg INS-TANT bahkan untuk  merubah diri sendiri pun tidak ada PAKET INSTANT. Yang INSTANT itu enak,  tp banyak efek samping setelah nya.

Orang ketiga… sebagai komentator – orang2 ini hanya duduk berbicara seolah2 menjadi ahli. Sebagai pengamat, menganalisa, tp analisa nya cepat basi karena mereka tidak pernah menjadi pemain sekedar teori dapatlah sedikit2. Tapi namanya teori itu tidak selalu sama dengan praktek  atau pernah sebagai pemain (mantan pemain – pemain ini udah jatuh duluan sebelum terjun kelapangan) orang2 ini menikmati  gaya mereka dalam berkomentator bukan berpraktek.

Nah … orang ke empat … penonton … tau kan penonton?  mereka bisa merasakan semangat para pemain bisa juga merasakan bete nya permainan karena di provokasi oleh komentator para penonton ini tidak pernah merasakan kenikmatan bermain dilapangan, tidak pernah merasakan rasanya “keberhasilan” , tidak pernah merasakan pengalaman susah dan senang nya bermain dilapangan, menghadapi tantangan bila para pemain berhasil pemain pulang membawa manfaat … sedangkan penonton hanya merasakan keberhasilan .. tp pulang tidak membawa apa2. Selain cerita dan kenangan2 hampa.

So,  hidup ini adalah pilihan … dimanakah kita sekarang ???

“Karakter Dakwah ini, jalannya panjang, berliku, banyak duri, banyak orang tidak suka, tetapi karena panjang mereka menjadi berpengalaman, pengalamannya di turunkan kepada para pemain dakwah, dan hasil nya akan sangat “paten” tidak gampang goyah.

Wallahuallam bi shawab.

Jul
10

Yogyakarta, sering disebut dengan Jogja, sejak dulu dikenal sebagai kota pendidikan, selain kota gudeg. Hal ini tampak setidaknya dari keberadaan dua perguruan tinggi tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia. Namun, jika kita coba membuka-buka catatan sejarah tentang Jogja, salah satu Daerah Istimewa di Indonesia ini menyimpan banyak bukti keagungan Islam, namun sayang sering luput dari perhatian banyak orang. Bahkan adanya Keraton Yogyakarta sesungguhnya merupakan salah satu bukti peninggalan yang menunjukkan besarnya pengaruh Islam di bumi Ngayogyakarta kala itu. Read the rest of this entry »

Jul
08

Hari ini, 8 juli 2009 baru saja diselenggarakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009. Beberapa minggu menjelang Pilpres ini, berbagai media telah di warnai berbagai iklan politik yang menggiurkan.  Di tengah euphoria demokrasi tentunya menimbulkan kebingungan pada rakyat. Barangkali ada yang sampai menghitung kancing baju untuk menjatuhkan pilihannya 1 2 3, 1 2 3, hmm.. atau golput aja? ya…h itu sih bukan solusi. Masa milih pemimpin negara ditentuin ama kancing baju? ntar kalo kancing bajunya berkonspirasi dengan salah satu capres n cawapres bisa gak fair donk!

Daripada ngitung kancing baju, mending simak deh artikel berikut ini biar keputusan kamu  ideologis dalam memilih pemimpin!

Pemilihan presiden dan wakilnya, dalam Islam termasuk dalam pasal pengangkatan kepada negara (nashb al-ra’is), yang hukumnya terkait dengan dua konteks, yaitu person dan sistem.

Dalam kaitannya dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat pengangkatan (syurutul in’iqadz), yaitu sejumlah keadaan yang akan menentukan sah dan tidaknya orang menjadi kepala negara. Syarat-syarat itu adalah Read the rest of this entry »

Jun
19

Saya persilahkan bagi pembaca untuk tarik napas dalam2 setelah membaca judul tersebut di atas. Karena saya yakin anda, anda dan anda belum pernah pegang uang senilai itu. Hhee… liad juga belum pernah kaleee… trus tolong bayangin uang segitu banyanya kalo dibeliin kerupuk… Walah, bisa berenang deh loh!

Kerupuk_putih copy

Jakarta – Para capres cukup jor-joran mengeluarkan dana kampanyenya untuk biaya iklan. Diperkirakan pendapatan iklan kampanye Pilpres yang diterima media nasional hingga pekan ketika Juni mencapai Rp 3 triliun. Ck ck ck, uang semua bukan ya???

“Hitungan kasar omzet iklan sudah mencapai Rp 3 triliun, merupakan penerimaan media elektronik seperti televisi dan media cetak nasional,” kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, di Jakarta, Jumat (19/6).

Menurut Leo, perkiraan pendapatan iklan tersebut akan berlipat ganda bila pemilihan berlangsung dua putaran.

“Bagi media massa akan lebih menguntungkan bila pilpres berlangsung dua putaran, sebab pendapatan iklan bisa naik dua kali lipat,” ujarnya.

Leo mengatakan, posisi media massa di masyarakat semakin dominan. Sebab lebih dari 80 persen penduduk Indonesia menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai media yang ditawarkan.

Penyebaran media massa pun semakin merata, kalau 10 tahun silam masih terfokus di daerah perkotaan, saat ini masyarakat desa terpencil pun sudah menikmati siaran televisi atau membaca surat kabar.

Kendati pendapatan iklan akan meningkat, tetapi Leo sekali lagi memperingatkan media agar tetap mengedepankan independensi.

“Iklan diterima tetapi tetap netral dalam memberitakan sebagaimana isi Undang Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” harap Leo.[inilah.com, 19/06/2009]
Oh… mY Allah…! Engkau yang maha tahu…
Kalau dana iklan saja udah segitu besarnya. Berapa dana lagi yang mau digunakan untuk membeli rakyat saat pemilu nanti ya…. Please open ur mind! mikirin rakyat sih mungkin aja… tapi gak tau tuh diletakkan di nomor berapa urusan rakyat.

Oke lah… saat ini, pra-pemilu semua capres bersikap sangat dermawan, mendadak agamis, dan menjadi ekstra peduli terhadap rakyat. Semua terlihat sangat menjanjikan. Tapi gimana paska pemilu ntar? Masihkah rakyat diperlakukan seperti itu?

Jun
06

facebook

Penghinaan atas Nabi Muhammad saw. merupakan kasus yang bukan hanya terjadi sekali atau dua kali, namun sudah menjadi kasus tahunan. Tahun 2005 lalu, Koran Jyllands-Posten Denmark menerbitkan kartun-kartun Kanjeng Nabi Muhammad saw. Dalam kartun tersebut digambarkan Rasulullah saw. sebagai orang yang bersorban, membawa pedang dan di sorbannya terselip bom. Pada Januari 2006 kartun-kartun itu muat di media massa Norwegia salah satunya di koran harian Prancis, France Soir. Kemudian februari 2008 kasus tersebut mencuat lagi setelah Badan Intelijen Denmark, PET mengklaim berhasil menggagalkan sebuah rencana pembunuhan terhadap kartunis Kurt Westergaard, yang menggambar kartun Nabi Muhammad itu. Keesokan harinya karikatur yang melecehkan dan menghina Islam tersebut dimuat kembali oleh sebelas media massa terkemuka di Denmark. Tidak kurang tiga harian di Eropa, yaitu di Swedia, Belanda dan Spanyol, juga mencetak karikatur penuh kebencian itu. Belum lagi penghinaan-penghinaan yang dilakukan secara personal dalam website, blog, bahkan terakhir ini penghinaan terhadap Nabi Muhammad dilakukan melalui Facebook. Read the rest of this entry »